Strategi Mitigasi Stres pada Jamaah Haji: Perspektif Psikologi
Oleh: Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I / Rektor IAIN Curup / Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Ibadah Haji 2025
Ibadah di Armuzna Membutuhkan Kesiapan Mental
Persiapan ibadah haji, terutama menjelang fase puncak di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), memerlukan kesiapan fisik dan kekuatan mental yang tinggi. Dalam kapasitas saya, Prof. Dr. Idi Warsah. M.Pd.I, sebagai Rektor IAIN Curup sekaligus anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Ibadah Haji 2025, saya menekankan pentingnya pendekatan psikologi positif sejak tahap awal pembinaan. Psikologi positif menekankan pengembangan kekuatan karakter, emosi positif, dan pencarian makna hidup yang terbukti meningkatkan resiliensi dalam konteks keagamaan dan spiritual (Alzahrani et al., 2021). Inti dari tulisan ini adalah bahwa dalam mempersiapkan ibadah di Armuzna, kesiapan fisik saja tidaklah cukup. Kita juga membutuhkan kesiapan mental dan stabilitas emosional. Jika aspek mental ini diabaikan, maka sangat mungkin aktivitas ibadah terganggu karena tekanan dan kelelahan yang tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, pendekatan psikologi positif menjadi landasan penting untuk memperkuat daya tahan spiritual jamaah dalam menjalani momen puncak ibadah haji.
Salah Satu Peran Tim Monev: Motivator Spiritual dan Emosional Jamaah
Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) tidak sekadar menjalankan fungsi pengawasan administratif atau teknis, melainkan juga berperan sebagai motivator dan fasilitator emosi jamaah. Kami aktif memberikan motivasi, pengarahan, serta pengertian bahwa fase Armuzna adalah puncak dari seluruh rangkaian ibadah haji, sehingga dibutuhkan kesiapan total, baik fisik maupun psikis. Tim Monev mendorong jamaah untuk menjaga kesehatan fisik, mengelola emosi, dan menstabilkan kondisi mental agar tidak mudah terpancing atau terganggu oleh tekanan situasional. Salah satu arahan yang kami sampaikan secara eksplisit adalah untuk mengurangi aktivitas-aktivitas lain agar focus persiapan menjelang pelaksanaan ibadah wajib, seperti wukuf dan mabit, agar energi dan konsentrasi jamaah tetap terfokus pada pelaksanaan rukun dan wajib haji. Setelah pelaksanaan ibadah utama tersebut, barulah jamaah dianjurkan untuk menjalankan ibadah tambahan atau aktivitas lain dengan hati yang riang dan gembira. Dalam hal ini, tim Monev juga berfungsi sebagai mediator antarjamaah dan petugas dalam menciptakan suasana saling bantu-membantu yang harmonis dan penuh kehangatan.
Lingkungan Sosial dan Arahan Sekjen: Menjadi Penopang Spirit Positif Jamaah
Sejalan dengan pesan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Prof. Dr. H. Kamaruddin Amin, Tim Monev harus menghindari kesan menjadi beban tambahan bagi petugas maupun jamaah. Sebaliknya, kami harus menjadi sumber inspirasi dan penguat semangat dengan menyuntikkan motivasi positif dan solusi atas setiap permasalahan yang muncul di lapangan. Pendekatan ini selaras dengan prinsip psikologi positif yang menekankan pentingnya suasana sosial yang mendukung dan solutif (Senbeto, 2024). Dalam suasana yang demikian, jamaah lebih mudah terinspirasi untuk fokus pada introspeksi, memperbanyak istighfar, dan memperkuat kedekatan dengan Allah SWT, terutama saat berada di Arafah. Maka dari itu, fungsi Tim Monev menjadi sangat strategis, bukan sekadar pelapor atau pengawas, tetapi juga pengarah yang membimbing proses spiritual jamaah secara lebih bermakna. Tanggung jawab ini mencakup penciptaan ruang reflektif, pembimbingan psikologis ringan, serta pemberian afirmasi untuk meningkatkan kekuatan batin jamaah menjelang pelaksanaan ibadah puncak.
Menyiapkan Lingkungan Positif: Strategi Psikologis dalam Manasik
Penerapan psikologi positif selama masa persiapan dapat diwujudkan melalui penciptaan lingkungan belajar dan interaksi sosial yang kondusif bagi munculnya emosi-emosi positif. Penelitian membuktikan bahwa suasana sosial yang hangat dan penuh empati mampu menumbuhkan perasaan kolektif yang kuat, yang sangat penting dalam mengelola tekanan di tengah kerumunan haji (Senbeto, 2024). Selain itu, kegiatan spiritual seperti dzikir, tafakur, dan muhasabah dapat mengisi aspek emosional dan transendental, yang menurut kajian psikologi positif memiliki dampak besar dalam membangun resiliensi jamaah (Hilario & Su, 2023). Tim Monev harus mendukung keberlangsungan kegiatan ini dengan menciptakan ruang aman bagi jamaah untuk mengekspresikan kegelisahan mereka. Kehadiran petugas yang berempati dan aktif mendengarkan juga menjadi faktor kunci dalam menumbuhkan kepercayaan dan ketenangan batin. Dengan strategi ini, kita bukan hanya menyiapkan jamaah untuk menjalankan kewajiban haji, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk meraih puncak transformasi spiritual yang mendalam.
Penutup
Saya meyakini bahwa keberhasilan ibadah haji bukan hanya diukur dari kelancaran teknis pelaksanaan rukun, tetapi juga dari kedalaman pengalaman spiritual yang diperoleh jamaah. Oleh karena itu, kesiapan mental dan emosi tidak boleh diabaikan, terutama menjelang Armuzna yang menjadi titik kulminasi ibadah. Pendekatan psikologi positif terbukti mampu memberikan kekuatan mental, ketenangan, dan optimisme dalam menghadapi situasi ekstrem selama berhaji. Dalam konteks ini, Tim Monev memainkan peran vital sebagai pendamping spiritual dan emosional yang aktif membantu jamaah menjaga fokus dan stabilitas diri. Kami terus menghimbau kepada jamaah agar mempersiapkan diri tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara mental dan spiritual melalui introspeksi diri, memperbanyak doa, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan pendekatan ini, kita berharap ibadah haji benar-benar menjadi pengalaman suci yang membahagiakan, transformasional, dan mendekatkan diri pada hakikat kehidupan sebagai hamba Allah
No responses yet